DPD Golkar Layangkan Surat Pergantian Pimpinan ke DPRD Kab. Barru, Ini Tanggapan Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Hamzah

Wakil Ketua DPRD Kab. Barru H. Kamil Ruddin (foto chai)
Wakil Ketua DPRD Kab. Barru H. Kamil Ruddin (foto chai)

Situasi politik di DPD Golkar Barru mengalami goncangan setelah dua surat usulan pergantian pimpinan dikirim ke DPRD Barru untuk menggulingkan H. Kamil Ruddin sebagai Wakil Ketua DPRD Barru. Kursi yang strategis bagi partai Golkar di DPRD Barru sekarang menjadi objek persaingan setelah Kamil tidak mencalonkan diri sebagai calon legislatif pada pemilu 2024. Meskipun demikian, posisi Kamil yang masih menyandang jabatan Wakil Ketua DPRD selama lebih dari setahun kedepan, kini jadi rebutan.

Wakil Ketua DPRD Barru, H. Kamil Ruddin, mengonfirmasi bahwa dua kali surat usulan pergantian dirinya sebagai unsur pimpinan di dewan telah diajukan oleh DPD Golkar Barru ke DPRD.

“Pernah diajukan, namun, surat pertama tidak disetujui oleh anggota Bamus untuk dibawa ke rapat paripurna dewan.” Ujar Kamil via selular kepada rmol.id, Sabtu (12/11/23).

Meski demikian, pengurus Golkar tidak menyerah dan mengirim surat usulan pergantian kedua ke DPRD Barru. Langkah ini tidak langsung diterima oleh Kamil, yang kemudian memberikan perlawanan dengan melaporkan upaya pergantian dirinya ke Mahkamah Partai di DPP Golkar.

Wakil Ketua DPRD Barru Kamil Ruddin beserta Tim Kuasa Hukum Iskandar & Partners serta Pakar HTN Herdiansyah Hamzah (foto ist)

“Apa yang dilakukan partai itu kan tidak sesuai dengan prosedur, maka itu kami ajukan keberatan dan melaporkan ke Mahkamah Partai DPP Golkar,” tambahnya.

Selain itu, ia juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Barru, diwakili oleh kuasa hukumnya, Iskandar & Partners, karena dianggap sebagai tindakan yang melanggar hukum.

Sebagaimana dilansir minasanews.com Ketua Golkar Barru, Mudassir Hasri Gani, membantah adanya kisruh dalam tubuh Golkar Barru. Menurutnya, situasi di internal partai berjalan seperti biasa tanpa ada gejolak yang signifikan.

“Adanya usulan pergantian unsur pimpinan di DPRD Barru ini kan bagian dari dinamika organisasi dan penyegaran yang umum terjadi dalam setiap partai.” Ungkapnya.

Sementara itu, Kuasa hukum Kamil menghadirkan Ahli Hukum Tata Negara pada sidang lanjutan gugatan Wakil Ketua I Partai Golkar Barru Kamil Ruddin di Pangadilan Negeri Barru pada hari Kamis, (9/11/23) lalu.

Kamil mengatakan pihaknya telah berkonsultasi dengan ahli hukum Tata Negara dan juga sekaligus sebagai saksi ahli pada persidangan lanjutan Kamis lalu.

“Tim Kuasa Hukum menghadirkan saksi ahli yang memang menguasai Hukum Tata Negara dan ilmu perundang-undangan,” ungkapnya saat mengadakan jumpa pers di Warkop Fadhil.

Dalam keterangan ahli di Pengadilan Negeri Barru Perkara Perbuatan Melawan Hukum Nomor 14/Pdt.sus/Parpol/2023/PN.Bar, saat ditemui RMOL.ID Ahli Hukum Tata Negara Herdiansyah Hamzah menyatakan bahwa pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD harus dilakukan dengan alasan yang logis.

 “Kan sudah jelas disebutkan bahwa masa Jabatan Pimpinan DPRD Menurut Pasal 36 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota (PP 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tata Tertib DPRD), masa jabatan pimpinan dimulai pada tanggal pengucapan sumpah atau janji pimpinan dan berakhir pada tanggal berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD.” Sebut Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini.

Dengan demikian, masa jabatan pimpinan DPRD secara otomatis mengikuti masa jabatannya sebagai anggota DPRD. Namun, mereka dapat diberhentikan dalam 4 (empat) situasi berikut: mereka meninggal dunia; mereka mengundurkan diri sebagai pimpinan DPRD.

“Pimpinan DPRD diberhentikan sebagai anggota sesuai dengan peraturan perundang-undangan; atau mereka diberhentikan sebagai pimpinan DPRD (Pasal 36 ayat (2) PP 12 Tahun 2018).” Ujarnya kepada RMOL.ID saat ditemui di Universitas Mulawarman Kaltim.

Pemecatan pimpinan DPRD dapat terjadi dalam dua (dua) situasi: seseorang terbukti melanggar sumpah atau janji jabatan dan Kode Etik yang diputuskan oleh Badan Kehormatan; atau partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian yang bersangkutan sebagai pemimpin DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 36 ayat (3) PP 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD).

Sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (3) huruf b PP 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD tersebut, pemberhentian pimpinan DPRD berdasarkan usulan Partai Politik awal harus dilakukan dengan pertimbangan yang logis dan dapat diterima.

“Jadi bukan berdasarkan subjektivitas Partai Politik, yang malah mengabaikan moral publik dan etika parlemen.” Jelas pria yang karib disapa Castro ini.

Castro menjelaskan Dalam ratio decidendi perkara Nomor 31/PUU-XX/2022, MK memberikan catatan penting terhadap pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD, yakni : Pertama, dalam hal terdapat proses hukum berkenaan dengan pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD maka harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses politik melalui rapat paripurna DPRD.

Dan Kedua, dalam kaitannya dengan pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD, hal demikian harus dilakukan dengan alasan-alasan yang logis dan berbasis evaluasi kinerja bukan berdasarkan like and dislike karena meskipun pimpinan DPRD berdasarkan penugasan atau penunjukan dari partai politik namun pada hakikatnya penugasan atau penunjukan tersebut mengandung makna bahwa yang ditugaskan atau ditunjuk sebagai pimpinan DPRD untuk kepentingan publik, sehingga tidak lagi sepenuhnya milik partai politik.

“Artinya, meskipun pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD merupakan hak partai politik, akan tetapi tidak boleh dilakukan secara semena-mena agar tidak memengaruhi fungsi dan tugas DPRD secara kelembagaan,” terang Castro.

Kedua hal tersebut merupakan pertimbangan hukum (ratio decidendi) putusan MK yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari amar putusan. Oleh karena itu, ratio decidendi tersebut bersifa mengikat, sama halnya dengan amar putusan MK.

“Dan jika kedua hal tersebut tidak terpenuhi, maka proses pemberhentian dan pergantian pimpinan DPRD, tidak sah secara hukum.” Tegasnya.