214 Orang di Kutai Kartanegara Positif HIV/Aids

Ilustrasi
Ilustrasi

TENGGARONG – Sebanyak 214 orang di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Data itu diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kukar dari Bulan Januari hingga Oktober 2023.

Kepala bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2P) Dinkes Kukar, Sri Suharti mengatakan meski secara keseluruhan tercatat 214 orang dengan HIV/Aids (ODHA), namun hanya 154 orang yang terdata sedang menjalani proses pengobatan di pusat-pusat pelayanan yang tersedia di Kukar pada Bulan Oktober 2023.

“Melihat data memang terjadi peningkatan dimana, di tahun sebelumnya itu tercatat 158 orang positif HIV/Aids dan tahun ini baru sampai di oktober sudah terjadi peningkatan kasus mencapai 214 orang yang terdata positif HIV/Aids,” katanya belum lama ini.

Menurutnya, dari jumlah peningkatan ODHA dari tahun sebelumnya, dapat disimpulkan jika penularan HIV/Aids cukup rentan. Meski demikian, para penderita HIV/Aids di tahun 2023 lebih terpantau dibanding tahun 2022.

“Kalau melihat angka memang meningkat, hanya saja ini lebih baik dibandingkan tidak ada data yang masuk. Artinya secara epidemiologi tidak terpantau dan tentunya lebih berbahaya,” paparya.

Sejauh ini, lanjut dia, beragam upaya telah dilakukan Dinkes Kukar untuk penanganan pasien ODHA. Mulai dari pengobatan, pengawasan hingga skrining pasien. Namun untuk penanganan penyebaran kasus HIV/AIDS baru sebatas sosialisasi hingga pembagian alat kontrasepsi.

“Persoalan ini tentunya menjadi konsen kami, hanya saja memang untuk wilayah yang dominan yang diketahui memiliki lokasi praktek “X” ya kami hanya bisa turun untuk melakukan sosialisasi dan pembagian Kondom untuk pencegahan dini,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, untuk upaya penertiban di beberapa wilayah yang diduga menjadi titik penyebaran virus bukan menjadi kapabilitas Dinkes Kukar. Meski demikian, pihaknya akan langsung melakukan skrining di titik-titik penyebaran untuk mencegah adanya penularan.

“Bahkan di beberapa titik baru misalnya, kami langsung melakukan skrining untuk mencegah terjadinya penularan,” lanjutnya.

Hingga saat ini pihaknya terus berupaya melakukan skrining dan sosialisasi kepada masyarakat agar pasien ODHA dapat memperoleh hak yang sama di masyarakat. Ketakutan akan stigma buruk pasien ODHA tidak harus terjadi.

“Mereka juga harus mendapatkan hak yang sama seperti Pendidikan hingga kedudukan sosial,” sebutnya.

Pasalnya, pendataan yang rutin dapat meningkatkan kinerja dinas kesehatan dalam penanganan pasien ODHA. Selain itu para penderita HIV/Aids juga akan langsung tertangani dengan pelayanan jangka panjang yang maksimal.

“Stigma negatif ODHA memang tak bisa dipungkiri, hanya saja selain upaya dari segi pencegahan kami juga terus gencar ke masyarakat umum untuk ikut mensosialisasikan hak-hak yang sama pada ODHA,” tutupnya. (ara)